Cute Rocking Baby Monkey

Rabu, 07 Agustus 2019

TUGAS 1 FORENSIK DAN PENILAIAN BANGUNAN

TUGAS 1 FORENSIK DAN PENILAIAN BANGUNAN 





Selasa, 15 Januari 2019

Penggunaan Bantalan Karet Pada Struktur Tahan Gempa


Penggunaan Bantalan Karet Pada Struktur Tahan Gempa



Bantalan Karet

Gambar Bantalan Karet pada Struktur Gedung

Bantalan karet sering dikenal sebagai base isolation, tampaknya penggunaannya akan semakin berkembang luas di masa datang. Berbagai daerah di Indonesia yang dikategorikan rawan gempa, menjadikan bantalan karet peredam gempa ini sangat diperlukan untuk melindungi struktur bangunan. Base-isolation mulai dikembangkan sejak tahun 1980-an, dan sekarang sudah digunakan di berbagai negara maju seperti di Italy, Japan, New Zealand, dan USA.  Base-isolation juga digunakan untuk memperkuat bangunan penting. Dalam aplikasinya, bantalan karet tersebut dipasang pada setiap kolom, yaitu diantara pondasi dan bangunan. Bantalan karet alam  berfungsi untuk mengurangi getaran akibat gempa, Sedangkan lempengan baja digunakan untuk menambah kekakuan bantalan karet, sehingga penurunan bangunan saat bertumpu di atas bantalan karet tidak terlalu besar. Konsep bangunan dengan bantalan karet adalah mengeliminasi pengaruh ragam-ragam getar yang lebih tinggi terhadap struktur. Persamaan gerakan bangunan dengan isolasi seismic akibat gaya gempa, ditinjau atas dua bagian yaitu pertama untuk struktur bangunan diatas isolator dan untuk struktur pada level bearing isolator. prinsip kerja dari bantalan karet (base isolation seismic bearing) ini adalah pengaruh gempa bumi yang sangat merusak struktur bangunan, merupakan komponen getaran karet horizontal. Getaran tersebut, dapat menimbulkan gaya reaksi yang besar. Bahkan, pada puncak bangunan, dapat terlihat hingga mendekati dua kalinya. Oleh karena itu, apabila gaya yang sampai pada bangunan itu lebih besar dari kekuatan struktur maka bangunan itu akan rusak.

Gambar Struktur Gedung Saat Terjadi Gempa

Gaya reaksi yang sampai pada bangunan dapat dikurangi melalui penggunaan bantalan karet. Pada dasarnya, cara perlindungan bangunan oleh bantalan karet tahan gempa ini, dicapai melalui penggunaan getaran gempa bumi ke arah horizontal. Dengan bantalan tersebut, juga memungkinkan bangunan untuk bergerak bebas, pada saat berlangsung gempa bumi, tanpa tertahan oleh pondasi. Bantalan karet tersebut, dapat mengurangi daya reaksi hingga 70%. Karena, secara alami karet alam memiliki fleksibilitas yang tinggi dan dapat menyerap energi. Peredam gempa berupa bantalan karet alam ini, kini mulai banyak diaplikasikan pada bangunan-bangunan hunian maupun gedung-gedung bertingkat. Dan berdasarkan pengalaman di lapangan., bangunan yang menggunakan bantalan karet peredam gempa ini, tidak mengalami kerusakan yang signifikan, ketika terjadi gempa.

Simulasi Peredam Bantalan Karet Saat Terjadi Gempa

sumber :
  1. https://sanggapramana.wordpress.com/2010/11/27/damper-isolator-gempa-pada-struktur-bangunan/
  2. https://www.academia.edu/30403442/Base_Isolation_rekayasa_struktur_tahan_gemp
  3. http://www.ngekul.com/fungsi-dan-kegunaan-base-isolator/
  4. https://www.youtube.com/watch?v=pb1CIIhZTDg


Nama          : Isna Najib Mahsun
NPM           : 13315485
Kelas          : 4TA02
Dosen         : I kadek Bagus Widana Putra ST., MT.
Jurusan       : Teknik Sipil
Universitas : Gunadarma




Jumat, 04 Januari 2019

MAKALAH TUGAS 11, 12, 13


ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN



Nama Mahasiswa (NPM)  :   1. M. Faisal Ramadhan (14315567)
                                               2. Isna Najib Mahsun    (13315485)
3.  Ramos Marchelino    (15315634)
4.  Dien Fikry                  (11315887)
5.  Yondhi Herlambang (17315283)
6.  Azas Pradana            (11315195)
Kelompok / Semester         :   III / VII
Dosen Pembimbing            :   Efa Wahyuni, SE.


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik sesua waktu yang telah ditentukan.
Penulisan makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Makalah diajukan untuk tugas mata kuliah aspek hukum dalam pembangunan.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Depok, 7 November 2018

                                                                                   Kelompok 3


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................... 1
DAFTAR ISI..................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................. 3
1.1  Latar belakang.................................................................. 3
1.2  Tujuan masalah................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................. 4
2.1  ASPEK AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN............ 4
2.2  ASPEK PENATAAN RUANG DAN PERJANJIAN UNTUK MELAKSANAKAN PROYEK PEMBANGUNAN ........ 6
2.3  ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SEGKETA DALAM PENYELENGGARAA KONTRUKSI.............................. 8
BAB III Kesimpulan....................................................................... 10
Daftar pustaka............................................................................... 10


BAB I
PENDAHULUAN


1.1                   Latar belakang
Perizinan  merupakan  instrumen  kebijakan  lingkungan  yang  paling penting. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005 Tentang Bangunan Gedung Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa “Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/ atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku”. Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai surat bukti dari pemerintahan daerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan, berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujui oleh pemerintah daerah agar bangunan yang didirikan oleh masyarakat dapat tertata dengan baik dan memenuhi persyaratan, layak digunakan, dan tidak merusak lingkungan.

1.2                   Tujuan masalah
1.                  Mengetahui undang-undang pokok agraria
2.                  Perizinan yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan
3.                  Prosedur yang harus dilakukan abritrase


BAB II
PEMBAHASAN


2.1                ASPEK AGRARIA DALAM PEMBANGUNAN
Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga perspektif, yakni arti agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan pengertian agraria berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria. Pertama dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanahSebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian. Biarpun tidak dinyatakan dengan tegas, tetapi dari apa yang tercantumdalam Konsiderans, pasal-pasal dan penjelasannya, dapatlah disimpulkan, bahwa pengertian agraria dan hukum agraria dalam UUPA dipakai dalam arti yang sangat luas. Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam Pasal 48, bahkan meliputi juga ruang angkasa. Yaitu ruang di atas bumi dan air yang mengandung :tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu. Undang-Undang Pokok Agraria (Uupa) Sebagai Hukum Agraria Nasional
1.              Sifat Nasional UUPA
UUPA mempunyai dua substansi dari segi berlakunya, yaitu pertama tidak memberlakukan lagi atau mencabut hukum agraria kolonial, dan kedua membangun hukum agraria nasional. Menurut Boedi Harsono, dengan berlakunya UUP, maka terjadilah perubahan yang fundamental pada hukum agraria diIndonesia, terutama hukum di bidang pertanahan. Perubahan yang fundamental ini mengenai struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari maupun isinya. UUPA juga merupakan undang-undang yang melakukan pembaruan agraria karena di dalamnya memuat program yang dikenal dengan Panca Program Agraria Reform Indonesia, yang meliputi sebagai berikut.
a.         Pembaharuan hukum agraria melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi nasioanl dan pemberian jaminan kepastian hukum;
b.        Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah;
c.         Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
d.        Perombakan pemilikan dan penguasaan atas tanah serta hubungan-hubungan hukum yang berhubungan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan kemakmuran dan keadilan, yang kemudian dikenaldengan program landreform;
e.         Perncanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta penggunaan secara terencana, sesuai dengan daya dukung dan kemampuannya.
2.                  Sifat Nasional Material UUPA
Sifat nasional materian UUPA menunjuk kepada substansi UUPA yang harus mengandung asas-asas berikut.
a.         Berdasarkan hukum tanah adat;
b.        Sederhana;
c.         Menjamin kepastian hukum;
d.        Tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar kepada hukum agama;
e.         Memberi kemungkinan supaya bumi, air dan ruang angkasa dapat mencapai fungsinya dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur;
f.         Sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia;
g.        Memenuhi keperluan rakyat Indonesia menurut permintaan zaman dalam segala soal agraria;
h.        Mewujudkan penjelmaan dari Pancasila sebagai asas kerohanian negara dan cita-cita bangsa seperti yang tercantum dalam undang-undang;
i.          Merupakan pelaksanaan GBHN (dulu Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Manifesto Politik;
j.          Melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
3.                  Sifat Nasional Formal UUPA
Sifat nasional formal UUPA menunjuk kepada pembentukan UUPAyang memenuhi sifat sebagai berikut.
a.         Dibuat oleh pembentuk undang-undang naisonal Indonesia, yaitu DPRGR;
b.        Disusun dalam bahasa nasional Indonesia;
c.         Dibentuk di Indonesia;4) Bersumber pada UUD 1945;
d.        Berlaku dalam wilayah negara Republik Indonesia
4.                  Tujuan UUPA
Tujuan UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) adalah sebagai berikut.
a.         Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan, dan keadilan, bagi Negara rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.
b.        Meletakkan dasarr-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertahanan.
c.         Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

2.2.                 ASPEK PENATAAN RUANG DAN PERIJINAN UNTUK MELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Januari 2016 tidak hanya menyoal ketentuan batasan dan perizinan. Perpres itu juga membahas ketentuan perihal tata ruang, penyediaan tanah, jaminan, dan pengadaan barang dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dalam pasal 19 ayat (1) Perpres itu dilakukan dengan memerhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD), atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sementara pasal 19 ayat (2) mengatur ketentuan apabila Proyek Strategis Nasional berbenturan dengan rencana-rencana di atas. "Dalam hal lokasi Proyek Strategis Nasional tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, Rencana Detail Tata Ruang Daerah, atau Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan secara teknis tidak dimungkinkan untuk dipindahkan dari lokasi yang direncanakan, dapat dilakukan penyesuaian tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penataan ruang," bunyi Pasal 19 ayat (2) Perpres tersebut.
sebenarnya ada berapa perizinan yang nyangkut dengan target yang kita kehendaki. Ada pun delapan izin itu sebagai berikut:
1.                  Izin lingkungan setempat Izin ini terkait juga dengan UU Gangguan yang dikeluarkan oleh pemda setempat.
2.                  Keterangan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Keterangan ini dikeluarkan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda).
3.                  Izin pemanfaatan lahan atau izin pengeringan lahan Izin ini terutama diberlakukan jika ada pengembang yang memakai lahan sawah untuk dikonversi menjadi perumahan.
4.                  Izin prinsip Izin ini dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat.
5.                  Izin lokasi Izin ini diterbitkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional.
6.                  Izin dari Badan Lingkungan Hidup atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Izin dari BLH merupakan pengganti Amdal. Jika lokasi yang digunakan cakupannya kecil, cukup mengurus izin Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPL-UKL).
7.                  Izin dampak lalu lintas Izin ini dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan. Jika perumahan mau dihubungkan dengan jalan arteri, pengembang harus memiliki izin ini.
8.                  Pengesahan site plan Hasil perencanaan lahan (site plan) berfungsi untuk mengetahui pengaturan ruang yang akan digunakan saat perumahan dibangun. Izin ini diterbitkan oleh dinas pemerintah daerah setempat di bawah Kementerian PU-Pera.

2.3                   ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN KONTRUKSI
Sebenarnya, arbitrase sudah ada sejak lama, tetapi baru lebih banyak dikenal dan digunakan sejak dikeluarkannya UU Arbitrase. Penyelesaian sengketa dagang menjadi lebih banyak menggunakan alternatif ini lantaran dinilai lebih efektif. Putusan yang dihasilkan dari proses arbitrase bersifat final, independen, dan mengikat, artinya setiap pihak baik pemohon maupun termohon wajib memenuhinya. Sengketa perusahaan yang telah selesai ini tidak perlu lagi dibawa ke meja pengadilan. Arbitrase juga kerap menjadi pilihan untuk menyelesaikan urusan sengketa perusahaan karena sifatnya yang tertutup. Terutama bagi pelaku usaha yang sudah besar dan memiliki nama di publik, adanya kasus tentu dapat memengaruhi proses bisnis yang sudah berjalan baik. Menyelesaikan masalah melalui arbitrase adalah pilihan yang bijak karena pemeriksaan dan persidangan tidak dibuka untuk umum sehingga dapat menjaga kerahasiaan sengketa. Keuntungan lainnya dalam menyelesaikan kasus dengan arbiter adalah dua belah pihak telah mengetahui posisi dan sikap masing-masing sebelum sidang dimulai. Seperti yang disampaikan sebelumnya, sidang merupakan prosedur yang dilaksanakan setelah berkas permohonan disampaikan dan tanggapan pemohon diterima. Daftar bukti untuk mendukung dalilnya pun telah disiapkan oleh masing-masing pihak. Dengan demikian, setiap pihak lebih leluasa dalam menyampaikan argumennya pada saat persidangan.
Pada prinsipnya, prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase melalui lembaga institusional dan ad hoc tidak terlalu banyak berbeda. Berikut ini adalah prosedur yang harus dilakukan
1.                  Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase
Seperti yang disampaikan sebelumnya, kesepakatan penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus disetujui dua belah pihak. Sebelum berkas permohonan dimasukkan, Pemohon harus lebih dulu memberitahukan Termohon bahwa sengketa akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Surat pemberitahuan ini wajib diberikan secara tertulis dan memuat lengkap informasi seperti yang tertuang pada Undang-Undang No. 39 Tentang Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2, yakni:• Nama dan alamat lengkap Pemohon dan Termohon; dalam menyelesaikan sengketa.
2.                  Penunjukan Arbiter
Merujuk pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2 yang disebutkan sebelumnya, pemohon dan termohon dapat memiliki kesepakatan mengenai arbiter. Kesepakatan ini dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam jawaban Termohon (dijelaskan pada poin 3 mengenai Tanggapan Pemohon).Forum arbitrase dapat dipimpin hanya oleh seorang arbiter (arbiter tunggal) atau Majelis.
3.                  Tuntutan Balik
Dalam jangka waktu 30 hari tersebut, Termohon harus mengajukan tanggapannya kepada BANI untuk kemudian diserahkan kepada Majelis dan Pemohon. Jawaban tersebut harus mengandung keterangan mengenai fakta-fakta yang mendukung permohonan arbitrase berikut butir-butir permasalahannya.


KESIMPULAN

1.      Undang-undang pokok agraria (uupa) sebagai hukum agraria nasional yaitu Sifat Nasional UUPA, Sifat Nasional Material UUPA, Sifat Nasional Formal UUPA, Tujuan UUPA
2.      Kementerian Dalam Negeri mendapat laporan, para pengembang yang hendak membangun rumah maupun kawasan residensial, setidaknya dikenakan 40 perizinan.
3.      Prosedur Yang Harus Dilakukan Dalam Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase yaitu, Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase, Penunjukan Arbiter, Tuntutan Balik


Daftar pustaka








TUGAS 13


TUGAS 13


ARBRITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PENYELENGGARAAN KONTRUKSI
Sebenarnya, arbitrase sudah ada sejak lama, tetapi baru lebih banyak dikenal dan digunakan sejak dikeluarkannya UU Arbitrase. Penyelesaian sengketa dagang menjadi lebih banyak menggunakan alternatif ini lantaran dinilai lebih efektif. Putusan yang dihasilkan dari proses arbitrase bersifat final, independen, dan mengikat, artinya setiap pihak baik pemohon maupun termohon wajib memenuhinya. Sengketa perusahaan yang telah selesai ini tidak perlu lagi dibawa ke meja pengadilan. Arbitrase juga kerap menjadi pilihan untuk menyelesaikan urusan sengketa perusahaan karena sifatnya yang tertutup. Terutama bagi pelaku usaha yang sudah besar dan memiliki nama di publik, adanya kasus tentu dapat memengaruhi proses bisnis yang sudah berjalan baik. Menyelesaikan masalah melalui arbitrase adalah pilihan yang bijak karena pemeriksaan dan persidangan tidak dibuka untuk umum sehingga dapat menjaga kerahasiaan sengketa. Keuntungan lainnya dalam menyelesaikan kasus dengan arbiter adalah dua belah pihak telah mengetahui posisi dan sikap masing-masing sebelum sidang dimulai. Seperti yang disampaikan sebelumnya, sidang merupakan prosedur yang dilaksanakan setelah berkas permohonan disampaikan dan tanggapan pemohon diterima. Daftar bukti untuk mendukung dalilnya pun telah disiapkan oleh masing-masing pihak. Dengan demikian, setiap pihak lebih leluasa dalam menyampaikan argumennya pada saat persidangan.
Pada prinsipnya, prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase melalui lembaga institusional dan ad hoc tidak terlalu banyak berbeda. Berikut ini adalah prosedur yang harus dilakukan
1.                  Pendaftaran dan Permohonan Arbitrase
Seperti yang disampaikan sebelumnya, kesepakatan penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus disetujui dua belah pihak. Sebelum berkas permohonan dimasukkan, Pemohon harus lebih dulu memberitahukan Termohon bahwa sengketa akan diselesaikan melalui jalur arbitrase. Surat pemberitahuan ini wajib diberikan secara tertulis dan memuat lengkap informasi seperti yang tertuang pada Undang-Undang No. 39 Tentang Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2, yakni:• Nama dan alamat lengkap Pemohon dan Termohon; dalam menyelesaikan sengketa.
2.                  Penunjukan Arbiter
Merujuk pada UU Arbitrase pasal 8 ayat 1 dan 2 yang disebutkan sebelumnya, pemohon dan termohon dapat memiliki kesepakatan mengenai arbiter. Kesepakatan ini dituliskan pada permohonan arbitrase yang disampaikan Pemohon dan dalam jawaban Termohon (dijelaskan pada poin 3 mengenai Tanggapan Pemohon).Forum arbitrase dapat dipimpin hanya oleh seorang arbiter (arbiter tunggal) atau Majelis.
3.                  Tuntutan Balik
Dalam jangka waktu 30 hari tersebut, Termohon harus mengajukan tanggapannya kepada BANI untuk kemudian diserahkan kepada Majelis dan Pemohon. Jawaban tersebut harus mengandung keterangan mengenai fakta-fakta yang mendukung permohonan arbitrase berikut butir-butir permasalahannya.

Sumber :
4.