ASPEK
HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
Nama Mahasiswa (NPM) :
1. M.
Faisal Ramadhan (14315567)
2.
Isna Najib Mahsun (13315485)
3. Ramos Marchelino (15315634)
5. Yondhi Herlambang (17315283)
6. Azas Pradana (11315195)
Kelompok / Semester : III / VII
Dosen Pembimbing : Efa Wahyuni, SE.
JURUSAN
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS
TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2018
KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah
ini dapat terselesaikan. Dalam makalah ini saya membahas tentang Prinsip
Yuridis Kontrak Konstruksi di Indonesia.
Makalah ini dibuat
untuk memperdalam pengetahuan tentang memahami Prinsip Yuridis Kontrak
Konstruksi di Indonesia dan sekaligus sebagai tugas yang harus dipenuhi oleh
mahasiswa dalam mata kuliah Aspek Hukum Dalam Pembangunan.
Saya menyadari
sungguh bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saya sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Depok,
7 Oktober 2018
Kelompok
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... 1
Daftar Isi.......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 3
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................... 3
1.2 TUJUAN MASALAH...................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 4
2.1 Aspek Hukum Dalam Pembangunan............................................ 12
2.2 Prioritas Pembangunan Nasional................................................... 13
2.3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBDN).................. 14
BAB
III KESIMPULAN.................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA....................................................................................... 17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dan merupakan Negara
kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, diperlukan sarana infrastruktur
dan transportasi yang memadai untuk dapat menjangkau pulau-pulau yang diseluruh
pelosok Indonesia. Pembangunan infrastruktur sangat berperan penting dalam
mendukung pembangunan ekonomi secara merata di setiap daerah yang ada di
Indonesia. Pembangunan infrastruktur menjadi kewajiban pemerintah daerah maupun
pemerintahan pusat. Dewasa ini, pembangunan yang dilakukan diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas serta perekonomian suatu daerah, sehingga pada
giliranya akan meningkatkan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945
menyebutkan bahwa; “perekonomian nasional tersebut diselenggarakan berdasarkan
atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran rakyat dan
kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati
seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil
dan merata, sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh,
rakyat dan pemerintah. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 25 tahun 2004 menyebutkan bahwa:
“Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa
dalam Universitas Lambung Mangkurat.
1.2
TUJUAN PENULISAN
1.
Memahami
tentang hukum-hukum yang berlaku dalam pembangunan
2.
Memahami
prioritas pembangunan nasional
3.
Memahami
tentag APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aspek Hukum Dalam Pembangunan
a)
Pengertian kontrak kontruksi
Istilah
kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari construction contract.
Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam pelaksanaan
konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun pihak
swasta. 42 Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja kostruksi merupakan:
“Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan
penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”.
Dalam
kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga disebut dengan
perjanjian pemborongan. Istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai keterikatan
satu sama lain. Istilah pemborongan memiliki cakupan yang lebih luas dari
istilah konstruksi. Hal ini disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja
berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya, melainkan dapat
juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum kedua
istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah
hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Jadi dalam hal ini
istilah konstruksi dianggap sama, karena mencakup keduanya yaitu ada konstruksi
(pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya dalam pelaksanaan pembangunan.
menurut r. subekti perjanjian pemborongan adalah
perjanjian dimana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diriuntuk
menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang memborongkan denganmenerima
suatu harga yang ditentukan. 44 dalam kuh perdata , perjanjian pemborongan
disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam
pasal 1601 (b) kuh perdata bahwa : “perjanjian peborongan adalah perjanjian
dengan mana pihak satu (sipemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan
suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu
harga yang ditentukan menurut mariam darus badrulzaman, dilihat dari sistem hukum
maka kontrak bangunan merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan (construction
law, bouwrecht). istilah construction law biasa dipakai dalam
kepustakaan anglo saxon, sedangkan bouwrecht lazim dipergunakan
dalam kepustakaan hukum belanda. dengan demikian, yang dinamakan hukum bangunan
adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang bertalian dengan
bangunan meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik bersifat
perdata maupun publik/administratif.
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada
umumnya akan menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak
yang membuat perjanjian. hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa
dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi.
b) Pengaturan Hukum
Tentang Kontrak Konstruksi
Penyelengaraan
pengadaan bidang konstruksi di Indonesia telah diatur secara khusus dalam
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dari segi
substansinya, kecuali mengenai segi-segi hukum kontrak, undang-undang ini cukup
lengkap mangatur pengadaan jasa konstruksi.47
Undang-undang
ini dibuat pada masa reformasi. Latar belakang lahirnya undang-undang ini
karena berbagai peraturan perunang-undangan yang berlaku belum berorientasi
pada pengembangan jasa konstruksi yang sesuai dengan karakteristiknya. Hal ini
mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya
saing secara optimal maupun bagi kepentingan masyarakat. UUJK ditetapkan pada
tanggal 7 Mei 1999 . ketentuan terdiri atas 12 bab dan 47 pasal.48
Pengaturan
lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga peraturan pemerintah
yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta
Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No. 28/2000) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2000 (PP No. 4/2010), Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000)
sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres
No. 59/2010), dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (PP No. 30/2000).
Dalam
kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, tata cara dan prosedur pengadaan
barang dan jasa untuk kepentingan instansi Pemeritah, telah diatur dalam
Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah disempurnakan melalui Peraturan
Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010. Kemudian Perpres No. 54 Tahun 2010 diubah
melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua
atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain
itu, terkait dengan izin usaha konstruksi dalam hal ini terdapat Peraturan
Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 23 Tahun 2002 dan Peraturan Daerah Kabupaten
Asahan Nomor 35 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi.
Para
pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak konstruksi, adalah sebagai
berikut :
Pihak
pengguna jasa sering juga disebut sebagai pemeberi tugas, yang memborongkan,
pemimpin proyek, dan lain-lain. Pengguna jasa adalah pereseorangan atau badan
pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa
konstruksi.50 Pengguna jasa mempunyai hubungan dengan para perencana
konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
c) Peserta
Dalam Kontrak Konstruksi
1. Pihak Pengguna Jasa, badan usaha, baik badan hukum maupun
tidak berbadan hukum; dan badan yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum,
yaitu pemerintah dan atau lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga
negara dengan menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD).
2. Pihak Penyedia Jasa Pihak penyedia jasa
sering juga disebut sebagai kontraktor, pemborong, rekanan, dan lain-lain.
Dengan berlakunya UUJK, maka telah dirumuskan pengertian jasa konstruksi.
Pengertian jasa konstruksi senagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 UU
Jasa Konstruksi tersebut , menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur dan
diakui oleh Negara ada tiga yaitu perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan
pengawasan.
Dalam hal kontrak pengadaan jasa konstruksi, khususnya
yang dilakukan oleh Pemerintah telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden
No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak-pihak
atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah
berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah
Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja
Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada institusi lain Pengguna
APBN/APBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya PA/KPA disebut
KPAadalah Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapka
oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD Pejabat Pembuat Komitmen yang
selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang ditetapkan PA/KPA untuk bertanggung
jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP
adalah unit organisasi pemerintah yang berfungi melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada
unit yang sudah ada. Sedangkan Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki
Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan pengadaan
barang/jasa.
Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah
panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan
menerima hasil pekerjaan.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang
perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa
Lainnya. Dalam
setiap perjanjian atau kontrak yang melibatkan dua pihak pastilah menimbulkan
hak dan kewajiban atau tugas dan kewenangan bagi para pihak. Hak bagi satu
pihak merupakan kewajiban (prestasi) yang harus dilaksanakan oleh PPK , ULP/ Pejabat Pengadaan, Panitia/ Pejabat Penerima Hasil
Pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa .
d) Proses Terjadinya Kontrak Konstruksi
Dalam
proses terjadinya suatu kontrak konstruksi terdapat tahapan-tahapan yang harus
dilakukan oleh para pihak. Seperti kontrak pada umumnya, tentu saja diawali
dengan adanya 2 (dua) pihak atau lebih yang sepakat untuk mengadakan suatu
perjanjian pengadaan pekerjaan konstruksi. Proses terjadinya kontrak konstruksi
dimulai dengan proses pemilihan pihak kontraktor atau penyedia jasa oleh pihak
pengguna jasa. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses
terjadinya kontrak kontruksi berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah sebagai berikut.
Pada
umumnya pengguna jasa akan terlebih dahulu membuat pengumuman atau
pemberitahuan dengan membuka penawaran melalui suatu
1.
Pemberitahuan atau Pengumuman
Pelelangan untuk mencari penyedia jasa yang
sanggup untuk melaksanakan pekerjaan. Pengumuman dilakukan diumumkan paling
kurang diwebsite K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi untukmasyarakat serta
Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE,sehingga masyarakat luas dan dunia usaha
yang berminat danmemenuhi kualifikasi dapat mengikutinya (Pasal 36 ayat (3)
Perpres No. 54 Tahun 2010). Pelelangan biasanya dibagi 2 (dua) yakni pelelangan
umum dan pelelangan terbatas. Pada prinsipnya kedua jenis pelelangan tersebut
sama, perbedaannya hanya terletak pada jumlahnya saja.
Dalam
hal ini juga dijelaskan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan tempat lokasi
proyek atau pekerjaan, dimana tempat pendaftaran dan batas waktu pendaftaran,
dimana dan kapan saat pelelangan akan diadakan.
Selanjutnya
pejabat pemilihan penyedia jasa akan melakukan evaluasi terhadap dokumen
penawaran yang masuk. Pada fase penawaran, pejabat pemilihan wajib melakukan
penilaian terhadap semua penawaran yang masuk. Unsur yang dinilai meliputi segi
administrasi, teknis dan harga, menagcu pada keriteria, metode dan tatacara
yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia jasa.
2. Persyaratan Kualifikasi dan Klasifikasi
a) Kualifikasi Kualifikasi
merupakan proses penilaian kompetensi dankemampuan usaha serta pemenuhan
persyaratan tertentulainnya dari Penyedia Barang/Jasa (Pasal 56 ayat (1)
Perpres 54 Tahun 2010). Dalam tahap kualifikasi ditentukan juga beberapa
persyaratan bagi penyedia jasa yakni : 54
Kualifikasi
dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi,
berikut penjelasannya :
Sebelum
menentukan pihak pemenang yang dipilih untuk mengerjakan pekerjaan konstruksi
tersbut, terlebih dahulu dilakukan prakualifikasi terhadap calon-calon penyedia
jasa yang ada. Prakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang
dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Berdasarkan Perpre No. 54 Tahun 2010,
prakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai berikut: 1) Penyedia jasa
harus memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya (IUJK); 2) Mempunyai
kapasitas menandatangani kontrak pengadaan; 3) Tidak masuk daftar hitam dan
tidak dalam pengawasan pengadilan; 4) Tidak bangkrut/pailit; 5) Kegiatan
usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksinya tidak sedang menjalani
sanksi pidana.
b)
Klasifikasi
Klasifikasi
adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan perusahaan
pemborong di bidang jasa pemborongan/konstruksi sesuai bidang dan sub bidang
pekerjaan atau penggolongan profesi keterampilan dan
keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa pemborongan tersebut.
Klasifikasi usaha jasa pemborongan/konstruksi terdiri dari:
Pelaksanaan
klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perorangan dan badan usaha dapat
dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat akreditasi 56
1)
Klasifikasi usaha bersifat umum, diberlakukan kepada badan usaha yang mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang pekerjaan. Bidang usaha
jasa pemborongan yang bersifat umum ini harus memenuhi kriteria mampu
mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain, mulai dari penyiapan
lahan sampai penyerahan akhir atau berfungsinya bangunan konstruksi.
2)
Klasifikasi usaha bersifat spesialis, diberlakukan kepada usaha orang
perseorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan
satu sub bidang atau satu bagian subbidang pekerjaan. Badan usaha jasa
pemborongan/konstruksi yang bersifat spesialis ini harus memenuhi criteria mampu
mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain. 3)
Klasifikasi usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja tertentu,
diberlakukan kepada usaha orang perseorangan yang mempunyai kemampuan hanya
melaksanakan suatu keterampilan tertentu. Badan usaha jasa pemborongan ini
mampu mengerjakan subbagian pekerjaan pemborongan dan bagian tertentu bangunan
konstruksi dengan menggunakan teknologi sederhana.
dari
lembaga. Tujuan diadakannya standarisasi klasifikasi dan kualifikasi jasa
pemborongan/konstruksi yaitu untuk mewujudkan standar produktivitas dan mutu
hasil kerja sehingga mendorong berkembangnya tanggung jawab profesional di
antara para pihak.
Dalam
melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan, pejabat pengadaan harus
terlebih dahulu menetapkan metode pemilihan penyedia barang/jasa, metode
penyampaian dokumen, metode evaluasi penawaran, metode penilaian kualifikasi
dan jenis kontrak yang paling sesuai dengan pengadaan barang/jasa yang
bersangkutan. Untuk pengadaan pekerjaan pemborongan sendiri dapat digunakan
metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, penunjukan
langsung, atau pengadaan langsung.
3. Pelelangan dan Pelulusan.
a. Pelelangan Umum adalah metode pemilihan penyedia
barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui
media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga
masyarakat dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat
mengikutinya.
b. Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan penyedia
barang/jasa yang diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman
resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu,
guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi
kualifikasi.
c .Pemilihan Langsung adalah pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan
terbatas yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran,
sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dari penyedia barang/jasa yang telah lulus
prakualifikasi dan langsung dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga.
d. Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan
Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia
Barang/Jasa.
e. Pengadaan Langsung adalah pemilihan penyedia
barang/jasa dengan penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa
dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh
harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Ukuran untuk
menentukan pelulusan adalah penawaran yang paling menguntungkan bagi Negara dan
yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai calon pemenang, dengan memperlihatkan
keadaan umum dan keadaan pasar, baik untuk jangka pendek atau jangka menengah.
Dalam praktek pelaksanaan pelelangan, penentuan pelulusan pelelangan didasarkan
atas penawaran yang terendah yang dapat dipertanggungjawabkan (the lowest
responsible bid).59
Dalam
Perpres No. 54 Tahun 2010 ditentukan bahwa peserta pemilihan Penyedia atau
lelang yang merasa keberatan atas penetapan pemenang lelang.
4. Sanggahan
dan Penunjukan Pemenang
diberikan
kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis, selambat-lambatnya dalam
waktu 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang (Pasal 82 ayat (1)
Perpres No. 54 Tahun 2010). Dalam Pasal 81 ayat (1) ditentukan bahwa Peserta
pemilihan yang merasa dirugikan dapat mengajukan surat sanggahan kepada
instansi pemerintah pengguna jasa konstruksi, apabila menemukan :
Kemudian
Pengguna Jasa akan mengeluarkan surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ)
sebagai pelaksana pekerjaan yang dilelangkan, dengan ketentuan :
a.
Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah diatur dalam Peraturan
Presiden ini dan yang telah ditetapkan dalam dokumen Pengadaan Jasa;
b.
Adanya rekayasa tertentu yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak
sehat;
c.
Adanya penyalahgunaan wewenang oleh ULP dan/ atau Pejabat yang berwenang
lainnya.
2.2 PRIORITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
Bagi Indonesia, infrastruktur merupakan
salah satu motor pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan daya
saing di dunia internasional, disamping sektor lain seperti minyak dan gas
bumi, jasa keuangan dan manufaktur.Melalui kebijakan dan komitmen pembangunan infrastruktur
yang tepat, maka hal tersebut diyakini dapat membantu mengurangi masalah
kemiskinan, mengatasi persoalan kesenjangan antar-kawasan maupun antar-wilayah,
memperkuat ketahanan pangan, dan mengurangi tekanan urbanisasi yang secara
keseluruhan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.Infrastruktur
dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistim
struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor
privat,sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan,agar perekonomian dapat
berfungsi dengan baik.Istilah umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis
atau fisik yang mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat
berupa:jalan ,kereta api,air bersih, bandara, kanal, waduk tanggul,
pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi, Pelabuhan.secara fungsional,
infrastruktur selain fasilitasi,dapat pula mendukung berupa kelancaran
aktifitas ekonomi masyarakat, distritibusi aliran produksi barang dan jasa
sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportasi pengiriman bahan baku
sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar hingga sampai kepada
masyarakat.Pembangunan infrastruktur mempunyai manfaat langsung untuk
peningkatan taraf hidup masyarakat dan kualitas lingkungan, karena semenjak
tahap konstruksi telah dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat
sekaligus menggerakkan sektor riil.
Sementara pada masa layanan, berbagai
multiplier ekonomi dapat dibangkitkan melalui kegiatan pengoperasian dan
pemeliharaan infrastruktur. Infrastruktur yang telah terbangun tersebut pada
akhirnya juga memperbaiki kualitas permukiman dan lingkungan.Dengan demikian,
Pembangunan infrastruktur pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai 3
(tiga) strategic goals yaitu:
1. meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dimaksudkan untuk mengurangi kemiskinan dan
memperluas lapangan kerja
2. meningkatkan
pertumbuhan ekonomi kota dan desa, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran
pusat-pusat pertumbuhan ekonomi desa dan meningkatkan akses infrastruktur bagi
pertumbuhan ekonomi lokal
3. meningkatkan
kualitas lingkungan, yang bermaksud untuk mengurangi luas kawasan kumuh,
perdesaan, daerah perbatasan, kawasan terpencil, dan pulau-pulau kecil.
2.3 Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBDN)
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara
Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar
sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara
selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). Perubahan APBN dan
pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN. Landasan hukum
serta tata cara penyusunan APBN terdapat di dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 1, 2
dan 3. Pada pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan
setiap tahun dengan undang -undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besanya kemakmuran rakyat. Pada pasal 23 ayat 2
disebutkan bahwa Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja Negara
diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Pada pasal 23 ayat 3 disebutkan apabila
DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, pemerintah menjalankan APBN
tahun lalu. Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan
APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden. Berdasarkan perkembangan,
di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami
revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU
Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Dalam keadaan darurat
(misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya
6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Tujuan penyusunan APBN adalah sebagai pedoman pengeluaran
dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam rangka
melaksanakan kegiatan-kegiatan kenegaraan demi tercapainya peningkatan
produksi, peningkatan kesempatan kerja, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
serta pada akhirnya ditujukan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur
material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan
negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan
pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional,
mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas
pembangunan secara umum.
a)
Fungsi APBN
APBN
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN.
Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
tahun anggaran berikutnya.
-
Fungsi
otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan
demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada
rakyat.
-
Fungsi
perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi
negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan
telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan
akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka,
pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar
bisa berjalan dengan lancar.
-
Fungsi
pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah
tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu
dibenarkan atau tidak.
-
Fungsi alokasi,
berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas
perekonomian.
- Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
-
Fungsi
stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
b)
Peran APBDN
Peran APBN di negara-negara sedang berkembang
adalah sebagai alat untuk memobilisasi dana investasi dan bukannya sebagai alat
untuk mencapai sasaran stabilisasi jangka pendek. Oleh karena itu besarnya
tabungan pemerintah pada suatu tahun sering dianggap sebagai ukuran berhasilnya
kebijakan fiskal. Baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah mempunyai
pengaruh atas pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dapat memperbesar
pendapatan nasional (expansionary), tetapi penerimaan pemerintah dapat
mengurangi pendapatan nasional (contractionary).
BAB
III
KESIMPULAN
1. Penyelengaraan pengadaan
bidang konstruksi di Indonesia telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dari segi substansinya, kecuali
mengenai segi-segi hukum kontrak, undang-undang ini cukup lengkap mangatur
pengadaan jasa konstruksi.47
Undang-undang
ini dibuat pada masa reformasi. Latar belakang lahirnya undang-undang ini
karena berbagai peraturan perunang-undangan yang berlaku belum berorientasi
pada pengembangan jasa konstruksi yang sesuai dengan karakteristiknya. Hal ini
mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya
saing secara optimal maupun bagi kepentingan masyarakat. UUJK ditetapkan pada
tanggal 7 Mei 1999 . ketentuan terdiri atas 12 bab dan 47 pasal.48 Pengaturan
lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga peraturan pemerintah
yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta
Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No. 28/2000) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2000 (PP No. 4/2010), Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000)
sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres
No. 59/2010), dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (PP No. 30/2000).
2. Istilah umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang
mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa:jalan
,kereta api,air bersih, bandara, kanal, waduk tanggul, pengelolahan limbah,
perlistrikan, telekomunikasi, Pelabuhan.secara fungsional, infrastruktur selain
fasilitasi,dapat pula mendukung berupa kelancaran aktifitas ekonomi masyarakat,
distritibusi aliran produksi barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat
melancarkan transportasi pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk
distribusi ke pasar hingga sampai kepada masyarakat
3. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia
yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan
terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu
tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). Perubahan APBN dan pertanggungjawaban
APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang
DAFTAR PUSTAKA
3. https://www.scribd.com/doc/312225842/APBN-pdf
0 komentar:
Posting Komentar