1. Pengertian Manusia
Manusia
adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan diciptakan
untuk menjadi seorang khalifah ( pemimpin) di muka bumi ini serta menjadi
pengelola sumber daya alam yang bijaksana.
Berikut ini
adalah pengertian dan definisi manusia menurut beberapa ahli:
- NICOLAUS
D. & A. SUDIARJA
Manusia
adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani
akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang
-ABINENO J.
I
Manusia
adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada
atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana
-UPANISADS
Manusia
adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau
badan fisik
- SOKRATES
Manusia
adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar
2. Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
1. Makhluk
yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu
yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku
intelektual dan sosial.
3. yang
mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol
dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4. Makhluk
yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
(tuntas) selama hidupnya.
5. Individu
yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk
ditempati
6. Suatu
keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya merupakan ketakterdugaan dengan
potensi yang tak terbatas
7. Makhluk
Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan
jahat.
8. Individu
yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama lingkungan sosial, bahkan ia
tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam
lingkungan sosial.
3. Kebudayaan bangsa timur
Saat pertama
kali kita mendengar bangsa timur, maka yang pertama kali terlintas di pikiran
kita adalah orang yang memiliki kulit sawo matang, atau berkulit putih, bermata
sipit dan juga ciri-ciri fisik lain yang merupakan ciri khas dari bangsa timur
atau orang-orang asia pada umumnya.
Bangsa timur
identik dengan benua asia yang penduduknya sebagian besar berambut hitam,
berkulit sawo matang dan adapula yang berkulit putih, bermata sipit. Sebagian
besar cara berpakaian orang timur lebih sopan dan tertutup mungkin karena orang
timur kebanyakan memeluk agama islam dan menjunjung tinggi norma-norma yang
berlaku. Namun di zaman yang sekarang ini orang timur kebanyakan meniru
kebiasaan orang barat. Kebiasaan orang barat yang tidak sesuai atau
bertentangan dengan kebiasaan orang timur dapat memengaruhi kejiwaan orang
timur itu sendiri.
Kepribadian
bangsa timur dapat diartikan suatu sikap yang dimiliki oleh suatu negara yang
menentukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan. Kepribadian bangsa timur
pada umumnya merupakan kepribadian yang mempunyai sifat ramah, bersahabat,
tidak individualis, dan saling tolong menolong satu sama lain. Bangsa timur pun
umumnya memiliki sifat toleransi yang tinggi. Kepribadian bangsa timur, kita
tinggal di Indonesia termasuk ke dalam bangsa timur, dikenal sebagai bangsa
yang berkepribadian baik. Di dunia bangsa timur dikenal sebagai bangsa yang
ramah dan bersahabat. Meskipun begitu, baru sedikit negara bangsa timur yang
sudah maju perekonomiannya. Seperi Singapura, Korea dan Jepang. Selain itu,
negara lain masih tertinggal. Namun sekarang ini banyak kebudayaan asing yang
masuk secara jelas kedalam kebudayaan “kita” bangsa timur, terutama hiburan.
Seperti music, tarian dan film yang mungkin tidak terlalu ssuai dengan adat dan
istiadat bangsa timur. Ini yang menjadi pro kontra dalam kehidupan globalisasi
ini. Jika terlalu berlebihan maka akan berdampak buruk bagi kebudayaan ini
selanjutnya, untuk itu kita sekali lagi dituntut untuk slalu pintar memilih dan
menyaringnya.
4. Pengertian kebudayaan
Budaya
adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan
luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur
sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Berikut ini
definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B.
Taylor
Kebudayaan
merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan
lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs
dan B.J. Stern
Kebudayaan
mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi,
dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
3.
Koentjaraningrat
Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr. K.
Kupper
Kebudayaan
merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam
bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. Adapun unsur – unsur kebudayaan adalah
1. Sistem
Bahasa
Bahasa
merupakan sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan sosialnya untuk
berinteraksi atau berhubungan dengan sesamanya. Dalam ilmu antropologi, studi
mengenai bahasa disebut dengan istilah antropologi linguistik. Menurut Keesing,
kemampuan manusia dalam membangun tradisi budaya, menciptakan pemahaman tentang
fenomena sosial yang diungkapkan secara simbolik, dan mewariskannya kepada
generasi penerusnya sangat bergantung pada bahasa. Dengan demikian, bahasa
menduduki porsi yang penting dalam analisa kebudayaan manusia.
2. Sistem
Pengetahuan
Sistem
pengetahuan dalam kultural universal berkaitan dengan sistem peralatan hidup
dan teknologi karena sistem pengetahuan bersifat abstrak dan berwujud di dalam
ide manusia. Sistem pengetahuan sangat luas batasannya karena mencakup
pengetahuan manusia tentang berbagai unsur yang digunakan dalam kehidupannya
Masyarakat
pedesaan yang hidup dari bertani akan memiliki sistem kalender pertanian
tradisional yang disebut system pranatamangsa yang sejak dahulu telah digunakan
oleh nenek moyang untuk menjalankan aktivitas pertaniannya. Menurut Marsono,
pranatamangsa dalam masyarakat Jawa sudah digunakan sejak lebih dari 2000 tahun
yang lalu. Sistem pranatamangsa digunakan untuk menentukan kaitan antara
tingkat curah hujan dengan kemarau. Melalui sistem ini para petani akan
mengetahui kapan saat mulai mengolah tanah, saat menanam, dan saat memanen
hasil pertaniannya karena semua aktivitas pertaniannya didasarkan pada siklus
peristiwa alam. Sedangkan Masyarakat daerah pesisir pantai yang bekerja sebagai
nelayan menggantungkan hidupnya dari laut sehingga mereka harus mengetahui
kondisi laut untuk menentukan saat yang baik untuk menangkap ikan di laut.
Pengetahuan tentang kondisi laut tersebut diperoleh melalui tanda-tanda atau
letak gugusan bintang di langit.
3. Sistem
Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Unsur budaya
berupa sistem kekerabatan dan organisasi social merupakan usaha antropologi
untuk memahami bagaimana manusia membentuk masyarakat melalui berbagai kelompok
sosial. Menurut Koentjaraningrat tiap kelompok masyarakat kehidupannya diatur
oleh adat istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam
lingkungan di mana dia hidup dan bergaul dari hari ke hari. Kesatuan sosial
yang paling dekat dan dasar adalah kerabatnya, yaitu keluarga inti yang dekat
dan kerabat yang lain. Selanjutnya, manusia akan digolongkan ke dalam
tingkatantingkatan lokalitas geografis untuk membentuk organisasi social dalam
kehidupannya.
Kekerabatan
berkaitan dengan pengertian tentang perkawinan dalam suatu masyarakat karena
perkawinan merupakan inti atau dasar pembentukan suatu komunitas atau
organisasi sosial.
4. Sistem
Peralatan Hidup dan Teknologi
Manusia
selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka akan selalu
membuat peralatan atau benda-benda tersebut. Perhatian awal para antropolog
dalam memahami kebudayaan manusia berdasarkan unsur teknologi yang dipakai
suatu masyarakat berupa benda-benda yang dijadikan sebagai peralatan hidup
dengan bentuk dan teknologi yang masih sederhana. Dengan demikian, bahasan
tentang unsur kebudayaan yang termasuk dalam peralatan hidup dan teknologi
merupakan bahasan kebudayaan fisik.
5. Sistem
Ekonomi/Mata Pencaharian Hidup
Mata
pencaharian atau aktivitas ekonomi suatu masyarakat menjadi fokus kajian
penting etnografi. Penelitian etnografi mengenai sistem mata pencaharian
mengkaji bagaimana cara mata pencaharian suatu kelompok masyarakat atau sistem
perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi pada
masyarakat tradisional, antara lain
a. berburu dan
meramu;
b. beternak;
c. bercocok
tanam di ladang;
d. menangkap
ikan;
e. bercocok
tanam menetap dengan sistem irigasi.
Pada saat
ini hanya sedikit sistem mata pencaharian atau ekonomi suatu masyarakat yang
berbasiskan pada sektor pertanian. Artinya, pengelolaan sumber daya alam secara
langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam sektor pertanian hanya
bisa ditemukan di daerah pedesaan yang relatif belum terpengaruh oleh arus
modernisasi.
Pada saat
ini pekerjaan sebagai karyawan kantor menjadi sumber penghasilan utama dalam
mencari nafkah. Setelah berkembangnya sistem industri mengubah pola hidup
manusia untuk tidak mengandalkan mata pencaharian hidupnya dari subsistensi
hasil produksi pertaniannya. Di dalam masyarakat industri, seseorang mengandalkan
pendidikan dan keterampilannya dalam mencari pekerjaan.
6. Sistem
Religi
Koentjaraningrat
menyatakan bahwa asal mula permasalahan fungsi religi dalam masyarakat adalah
adanya pertanyaan mengapa manusia percaya kepada adanya suatu kekuatan gaib atau
supranatural yang dianggap lebih tinggi daripada manusia dan mengapa manusia
itu melakukan berbagai cara untuk berkomunikasi dan mencari hubungan-hubungan
dengan kekuatan-kekuatan supranatural tersebut.
Dalam usaha
untuk memecahkan pertanyaan mendasar yang menjadi penyebab lahirnya asal mula
religi tersebut, para ilmuwan sosial berasumsi bahwa religi suku-suku bangsa di
luar Eropa adalah sisa dari bentuk-bentuk religi kuno yang dianut oleh seluruh
umat manusia pada zaman dahulu ketika kebudayaan mereka masih primitif.
7. Kesenian
Perhatian
ahli antropologi mengenai seni bermula dari penelitian etnografi mengenai
aktivitas kesenian suatu masyarakat tradisional. Deskripsi yang dikumpulkan
dalam penelitian tersebut berisi mengenai benda-benda atau artefak yang memuat
unsur seni, seperti patung, ukiran, dan hiasan. Penulisan etnografi awal
tentang unsur seni pada kebudayaan manusia lebih mengarah pada teknikteknik dan
proses pembuatan benda seni tersebut. Selain itu, deskripsi etnografi awal
tersebut juga meneliti perkembangan seni musik, seni tari, dan seni drama dalam
suatu masyarakat.
Berdasarkan
jenisnya, seni rupa terdiri atas seni patung, seni relief, seni ukir, seni
lukis, dan seni rias. Seni musik terdiri atas seni vokal dan instrumental,
sedangkan seni sastra terdiri atas prosa dan puisi. Selain itu, terdapat seni
gerak dan seni tari, yakni seni yang dapat ditangkap melalui indera pendengaran
maupun penglihatan. Jenis seni tradisional adalah wayang, ketoprak, tari,
ludruk, dan lenong. Sedangkan seni modern adalah film, lagu, dan koreografi. (sumber : http://mbahkarno.blogspot.co.id/2013/09/unsur-unsur-kebudayaan-beserta.html)
6. Wujud kebudayaan
Terdapat 3
wujud kebudayaan, yaitu
ide/ gagasan
: suatu pola pikir, contoh wujud kebudayaan dari gagasan pada masyarakat
yogyakarta ialah mempercayai adanya hal hal yang berbau mistis,seperti
mempercayai benda benda pusaka, makna motif batik dan lain lainnya
aktifitas :
kegiatan/tindakan yang di lakukan masyarakat. contoh wujud
kebudayaan dari aktifitas pada masyarakat yogyakarta ialah siraman
pusaka,labuhan,pemberian sesajen padatempat yang di anggap terdapat sesepuh
yang telah tiada, dan lainnya
hasil budaya
: berupa suatu peninggalan,hasil karya/benda/fisik. contoh wujud kebudayaan
dari hasil budaya pada masyrakat yogyakarta ialah keraton,alun alun,batik,keris
dan lainny.
7. Orientasi nilai budaya
Kluckhohn dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai budaya
merupakan sebuah konsep beruanglingkup luas yang hidup dalam alam fikiran
sebahagian besar warga suatu masyarakat, mengenai apa yang paling berharga
dalam hidup. Rangkaian konsep itu satu sama lain saling berkaitan dan merupakan
sebuah sistem nilai – nilai budaya.
Secara fungsional sistem nilai ini mendorong individu untuk berperilaku
seperti apa yang ditentukan. Mereka percaya, bahwa hanya dengan berperilaku
seperti itu mereka akan berhasil (Kahl, dalam Pelly:1994). Sistem nilai itu
menjadi pedoman yang melekat erat secara emosional pada diri seseorang atau
sekumpulan orang, malah merupakan tujuan hidup yang diperjuangkan. Oleh karena
itu, merubah sistem nilai manusia tidaklah mudah, dibutuhkan waktu. Sebab,
nilai – nilai tersebut merupakan wujud ideal dari lingkungan sosialnya. Dapat pula dikatakan bahwa
sistem nilai budaya suatu masyarakat merupakan wujud konsepsional dari
kebudayaan mereka, yang seolah – olah berada diluar dan di atas para individu
warga masyarakat itu.
Ada lima
masalah pokok kehidupan manusia dalam setiap kebudayaan yang dapat ditemukan
secara universal. Menurut Kluckhohn dalam Pelly (1994) kelima masalah pokok
tersebut adalah: (1) masalah hakekat hidup, (2) hakekat kerja atau karya
manusia, (3) hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu, (4) hakekat
hubungan manusia dengan alam sekitar, dan (5) hakekat dari hubungan manusia
dengan manusia sesamanya.
Berbagai kebudayaan mengkonsepsikan masalah universal ini dengan
berbagai variasi yang berbeda – beda. Seperti masalah pertama, yaitu mengenai
hakekat hidup manusia. Dalam banyak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama
Budha misalnya, menganggap hidup itu buruk dan menyedihkan. Oleh karena itu
pola kehidupan masyarakatnya berusaha untuk memadamkan hidup itu guna
mendapatkan nirwana, dan mengenyampingkan segala tindakan yang dapat
menambah rangkaian hidup kembali (samsara) (Koentjaraningrat, 1986:10).
Pandangan seperti ini sangat mempengaruhi wawasan dan makna kehidupan itu
secara keseluruhan. Sebaliknya banyak kebudayaan yang berpendapat bahwa hidup
itu baik. Tentu konsep – konsep kebudayaan yang berbeda ini berpengaruh pula
pada sikap dan wawasan mereka.
Masalah
kedua mengenai hakekat kerja atau karya dalam kehidupan. Ada kebudayaan yang
memandang bahwa kerja itu sebagai usaha untuk kelangsungan hidup (survive)
semata. Kelompok ini kurang tertarik kepada kerja keras. Akan tetapi ada juga
yang menganggap kerja untuk mendapatkan status, jabatan dan kehormatan. Namun,
ada yang berpendapat bahwa kerja untuk mempertinggi prestasi. Mereka ini
berorientasi kepada prestasi bukan kepada status.
Masalah
ketiga mengenai orientasi manusia terhadap waktu. Ada budaya yang memandang
penting masa lampau, tetapi ada yang melihat masa kini sebagai focus usaha
dalam perjuangannya. Sebaliknya ada yang jauh melihat kedepan. Pandangan yang
berbeda dalam dimensi waktu ini sangat mempengaruhi perencanaan hidup
masyarakatnya.
Masalah
keempat berkaitan dengan kedudukan fungsional manusia terhadap alam. Ada yang
percaya bahwa alam itu dahsyat dan mengenai kehidupan manusia. Sebaliknya ada
yang menganggap alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk dikuasai
manusia. Akan tetapi, ada juga kebudayaan ingin mencari harmoni dan keselarasan
dengan alam. Cara pandang ini akan berpengaruh terhadap pola aktivitas
masyarakatnya.
Masalah
kelima menyangkut hubungan antar manusia. Dalam banyak kebudayaan hubungan ini
tampak dalam bentuk orientasi berfikir, cara bermusyawarah, mengambil keputusan
dan bertindak. Kebudayaan yang menekankan hubungan horizontal (koleteral) antar
individu, cenderung untuk mementingkan hak azasi, kemerdekaan dan kemandirian
seperti terlihat dalam masyarakat – masyarakat eligaterian. Sebaliknya
kebudayaan yang menekankan hubungan vertical cenderung untuk mengembangkan
orientasi keatas (kepada senioritas, penguasa atau pemimpin). Orientasi ini
banyak terdapat dalam masyarakat paternalistic (kebapaan). Tentu saja pandangan
ini sangat mempengaruhi proses dinamika dan mobilitas social masyarakatnya.
Inti
permasalahan disini seperti yang dikemukakan oleh Manan dalam Pelly (1994)
adalah siapa yang harus mengambil keputusan. Sebaiknya dalam system hubungan
vertical keputusan dibuat oleh atasan (senior) untuk semua orang. Tetapi
dalam masyarakat yang mementingkan kemandirian individual, maka keputusan
dibuat dan diarahkan kepada masing – masing individu.
8. Perubahan kebudayaan
Perubahan
kebudayaan adalah suatu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dari
cara cara masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Jadi, perubahan kebudayaan
terjadi sesuai dengan perkembangan masyarakat pendukungnya. Tidak ada dukungan
dari masyarakat, maka tidak akan ada perubahan, baik itu ke arah positif atau
negatif.
Selama
hidupnya, setiap manusia (masyarakat dalam arti luas) pasti mengalami
perubahan-perubahan. Apabila misalnya dihubungan dengan definisi kebudayaan
yang dipaparkan oleh Taylor seperti yang sudah saya posting sebelumnya, dimana
kebudayaan adalah suatu kompleks yang meliputi unsur-unsur seperti pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan setiap kemampuan serta
kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan itu bisa terjadi
melalui unsur-unsur kebudayaan tersebut baik untuk individu atau masyarakat,
baik terjadi secara lambat atau cepat.
Sebagai
contoh, Si A atau masyarakat A, pada tahun 1994 sangat buta sekali dengan dunia
internet. Namun, di tahun 2015 ini hampir 90% masyarakat A sedikit banyak tahu
apa itu internet, manfaat dan mudharatnya. Berdasarkan contoh ini, maka
masyarakat A mengalami perubahan kebudayaan dalam hal ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Dari sedikit
gambaran dan contoh di atas, bentuk-bentuk perubahan kebudayaan antara lain:
Perubahan
yang terjadi secara lambat atau dalam istilah lainnya terkenal dengan sebutan
Evolusi. Contoh misalnya adalah evolusi peralatan pada zaman Batu Tua. Di zaman
Batu Tua, peralatan yang digunakan oleh manusia sebagai alat untuk bertahan
hidup, begitu lama bertahan hingga ribuan tahun. Atau kalau di Indonesia adalah
pada masa Kemerdekaan, setelah dijajah selama beratus tahun.
Perubahan
yang terjadi secara cepat atau dalam istilah ilmiahnya disebut Revolusi. Salah
satu contoh adalah Revolusi Industri
Perubahan-perubahan
yang memiliki pengaruh kecil. Contoh mode pakaian, tata rambut dan sebagainya.
Kecil disini mengandung arti bahwa, perubahan itu hanya terjadi bagi sebagian
orang saja, tidak menyeluruh.
Perubahan
yang pengaruhnya besar, misalnya proses industrialisasi masyarakat agraris,
atau untuk lebih gampangnya saya contohkan dengan adanya listrik, telepon,
televisi dan lain sebagainya.
Perubahan
yang direncanakan atau dikehendaki. Misalnya, dalam arti luas bisa dicontohkan
dengan adanya Repelita yang pernah dijalankan pada masa Orde Baru. Dan dalam
arti sempit, bisa dicontohkan ketika seseorang merencanakan pernikahan. Tentu
setelah nikah, ada perubahan yang terjadi di antara pasangan nikah tersebut
Perubahan
yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan. Contohnya gaya fashion yang
kebarat-kebaratan dengan mengumbar aurat secara vulgar di depan umum yang bisa
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Itulah
maksud dari perubahan kebudayaan dan bentuknya, baik yang terjadi pada setiap
individu atau masyarakat secara luas.
8.KAITAN
MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Manusia dan
kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat berkaitan satu sama lain. Manusia
di alam dunia inimemegang peranan yang unik, dan dapat dipandang dari berbagai
segi. Dalam ilmu sosial manusia merupakan makhluk yang ingin memperoleh
keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan sering disebut homo economicus
(ilmu ekonomi). Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri
sendiri (sosialofi), Makhluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik),
makhluk yan g berbudaya dan lain sebagainya.
- Contoh
hubungan manusia dan kebudayaan
Secara
sederhana hubungan antara manusia dan kebudayaan adalah : manusia sebagai
perilaku kebudayaan, dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia.
Tetapi apakah sesederhana itu hubungan keduanya ?
Dalani
sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwitunggal, maksudnya bahwa
walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya merupakan satu kesatuan. Manusia
menciptakan kebudayaan, clan setclah kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan
mengatur hidup manusia agar sesuai dcngannya. Tampak baliwa keduanya akhimya
merupakan satu kesatuan. Contoh sederhana yang dapat kita lihat
adalah hubungan antara manusia dengan peraturan - peraturan
kemasyarakatan.
Pada saat awalnya peraturan itu dibuat oleh manusia, setelah peraturan itu jadi
maka manusia yang membuatnya hams patuh kepada peraturan yang dibuatnya sendiri
itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari
kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia itu
sendiri. Apa yang tercakup dalam satu kebudayaan tidak akan jauh menyimpang
dari kemauan manusia yang membuatnya.Apabila manusia melupakan bahwa masyarakat
adalah ciptaan manusia, dia akan menjadi terasing atau tealinasi (Berger, dalam
terjemahan M.Sastrapratedja, 1991; hal : xv)
Manusia dan
kebudayaan, atau manusia dan masyarakat, oleh karena itu mempunyai hubungan
keterkaitan yang erat satu sama lain. Pada kondisi sekarang ini kita tidak
dapat lagi membedakan mana yang lebih awal muncul manusia atau kebudayaan.
Analisa terhadap keberadaan keduanya hams menyertakan pembatasan masalah dan
waktu agar penganalisaan dapat dilakukan dengan lebih cermat.
- Pengertian
Dialektis
Dialektika
disini berasal dari dialog komunikasi sehari-hari. Ada pendapat dilontarkan ke
hadapan publik. Kemudian muncul tentangan terhadap pendapat tersebut. Kedua
posisi yang saling bertentangan ini didamaikan dengan sebuah pendapat yang
lebih lengkap. Dari fenomen dialog ini dapat dilihat tiga tahap yakni tesis,
antitesis dan sintesis. Tesis disini dimaksudkan sebagai pendapat awal
tersebut. Antitesis yakni lawan atau oposisinya. Sedangkan Sintesis merupakan
pendamaian dari keduanya baik tesis dan antitesis. Dalam sintesis ini terjadi
peniadaan dan pembatalan baik itu tesis dan antitesis. Keduanya menjadi tidak
berlaku lagi. Dapat dikatakan pula, kedua hal tersebut disimpan dan diangkat ke
taraf yang lebih tinggi. Tentunya kebenaran baik dalam tesis dan antitesis
masih dipertahankan. Dalam kacamata Hegel, proses ini disebut sebagai
aufgehoben.
Bentuk
triadik dari dialektika Hegel yakni tesis-antitesis-sintesis berangkat dari
pemikir-pemikir sebelum Hegel. Antinomi Kantian akan numena dan fenomena
menimbulkan oposisi yang tidak terselesaikan[1]. Kemudian Fichte dengan metode
”Teori Pengetahuan”-nya tetap memunculkan pertentangan walaupun sudah melampaui
sedikit apa yang dijabarkan oleh Kant.
Dialektika
sendiri sudah dikenal dalam pemikiran Fichte. Bagi Fichte, seluruh isi dunia
adalah sama dengan isi kesadaran. Seluruh dunia itu diturunkan dari suatu asas
yang tertinggi dengan cara sebagai berikut: ”Aku” meng-ia-kan dirinya (tesis),
yang mengakibatkan adanya ”non-Aku” yang menghadapi ”Aku”. ”non Aku” inilah antitesis.
Kemudian sintesisnya adalah keduanya tidak lagi saling mengucilkan, artinya:
kebenaran keduanya itu dibatasi, atau berlakunya keduanya itu dibatasi. ”Aku”
menempatkan ”non-Aku yang dapat dibagi-bagi” berhadapan dengan ”Aku yang dapat
dibagi-bagi”.
Dalam sistem
filsafatnya, Hegel menyempurnakan Fichte. Hegel memperdalam pengertian
sintesis. Di dalam sintesis baik tesis maupun antitesis bukan
dibatasi (seperti pandangan Fichte), melainkan aufgehoben. Kata Jerman ini
mengandung tiga arti, yaitu: a) mengesampingkan, b) merawat, menyimpan, jadi
tidak ditiadakan, melainkan dirawat dalam suatu kesatuan yang lebih tinggi dan
dipelihara, c) ditempatkan pada dataran yang lebih tinggi, dimana keduanya
(tesis dan antitesis) tidak lagi berfungsi sebagai lawan yang saling
mengucilkan. Tesis mengandung di dalam dirinya unsur positif dan negatif. Hanya
saja di dalam tesis unsur positif ini lebih besar. Sebaliknya, antitesis
memiliki unsur negatif yang lebih besar. Dalam sintesislah kedua unsur yang
dimiliki tesis dan antitesis disatukan menjadi sebuah kesatuan yang lebih
tinggi.
Dialektika
juga dimaksudkan sebagai cara berpikir untuk memperoleh penyatuan (sintesis)
dari dua hal yang saling bertentangan (tesis versus antitesis). Dengan term
aufgehoben, konsep ”ada” (tesis) dan konsep ”tidak ada” (antitesis) mendapatkan
bentuk penyatuannya dalam konsep ”menjadi” (sintesis)[2]. Di dalam konsep
”menjadi”, terdapat konsep ”ada” dan ”tidak ada” sehingga konsep ”ada” atau
”tidak ada” dinyatakan batal atau ditiadakan.
Dialektika
menjadi sebuah perkembangan Yang Absolut untuk bertemu dengan dirinya sendiri.
Ide yang Absolut merupakan hasil perkembangan. Konsep-konsep dan ide-ide
bukanlah bayangan yang kaku melainkan mengalir. Metode dialektika menjadi
sebuah gerak untuk menciptakan kebaruan dan perlawanan. Dengan tiga tahap yakni
tesis, antitesis dan sintesis setiap ide-ide, konsep-konsep (tesis) berubah
menjadi lawannya (antitesis). Pertentangan ini ”diangkat” dalam satu tingkat
yang lebih tinggi dan menghasilkan sintesis. Hal baru ini (sintesis) kemudian
menjadi tesis yang menimbulkan antitesis lagi lalu sintesis lagi. Proses gerak
yang dinamis ini sampai akhirnya melahirkan suatu universalitas dari
gejala-gejala. Itulah Yang Absolut yang disebut Roh dalam filsafat Hegel.
Bagi Hegel,
unsur pertentangan (antitesis) tidak muncul setelah kita merefleksikannya
tetapi pertentangan tersebut sudah ada dalam perkara itu sendiri. Tiap tesis
sudah memuat antitesis di dalamnya. Antitesis terdapat di dalam tesis itu
sendiri karena keduanya merupakan ide yang berhubungan dengan hal yang lebih
tinggi. Keduanya diangkat dan ditiadakan (aufgehoben) dalam sintesis.
Kenyataan
menjadi dua unsur bertentangan namun muncul serentak. Hal ini tidak
dapat diterima oleh Verstandyang bekerja berdasakan skema-skema yang ada dalam
menangani hal-hal yang khusus. Vernunft-lah yang dapat memahami hal ini.
Vernunft melihat realitas dalam totalitasnya dan sanggup membuat sintesis dari
hal-hal yang bertentangan. Identifikasi sebagai realitas total menjadi cara kerja
Vernunft yang mengikuti prinsip dialektika.
Secara umum
dapat kita lihat bahwa dialektika Hegel memiliki tiga aspek yang perlu
diperhatikan[3]. Pertama, sistem dialektika ini berbentuk tripleks atau
triadik. Kedua, dialektika ini bersifat ontologis sebagai sebuah konsep.
Aplikasinya adalah terhadap benda dan benduk dari ada dan tidak sebatas pada
konsep. Ketiga, dialektika Hegel memiliki tujuan akhir (telos) di dalam konsep
abstrak yang disebut Hegel sebagai Idea atau Idea Absolut dan konkretnya pada
Roh Absolut atau Roh (Spirit, Geist).
Terdapat
tiga elemen esensial akan dialektika Hegel[4]. Pertama, berpikir itu memikirkan
dalam dirinya untuk dan oleh dirinya sendiri. Kedua, dialektika merupakan hasil
berpikir terus menerus akan kontradiksi. Ketiga, kesatuan kepastian akan
kontradiksi tersublimasi di dalam kesatuan. Itulah kodrat akan dirinya
dialektika itu sendiri.
- 3
tahap proses dialektis
Proses
dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1. Ekstemalisasi,
yaitu proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya.
Melalui ekstemalisasi ini masyarakat menjadi kenyataan buatan manusia
2. Obyektivasi,
yaitu proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan
yang terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia. Dengan demikian
masyarakat dengan segala pranata sosialnya akan mempengaruhi bahkan membentuk
perilaku manusia.
3. Intemalisasi,
yaitu proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa
manusia mempelajari kembali masyarakamya sendiri agar dia dapat hidup dengan
.baik, sehingga manusia menjadi kenyataan yang dibentuk oleh masyarakat.
0 komentar:
Posting Komentar