Cute Rocking Baby Monkey

Jumat, 04 Januari 2019

tugas 1


TUGAS 1


1.                       ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
a)                 Pengertian kontrak kontruksi
Istilah kontrak kerja konstruksi merupakan terjemahan dari construction contract. Kontrak kerja konstruksi merupakan kontrak yang dikenal dalam pelaksanaan konstruksi bangunan, baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah maupun pihak swasta. 42 Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUJK, Kontrak kerja kostruksi merupakan: “Keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi”.
Dalam kenyataan sehari-hari, istilah kontrak konstruksi sering juga disebut dengan perjanjian pemborongan. Istilah pemborongan dan konstruksi mempunyai keterikatan satu sama lain. Istilah pemborongan memiliki cakupan yang lebih luas dari istilah konstruksi. Hal ini disebabkan karena istilah pemborongan dapat saja berarti bahwa yang dibangun tersebut bukan hanya konstruksinya, melainkan dapat juga berupa pengadaan barang saja, tetapi dalam teori dan praktek hukum kedua istilah tersebut dianggap sama terutama jika terkait dengan istilah hukum/kontrak konstruksi atau hukum/kontrak pemborongan. Jadi dalam hal ini istilah konstruksi dianggap sama, karena mencakup keduanya yaitu ada konstruksi (pembangunannya) dan ada pengadaan barangnya dalam pelaksanaan pembangunan.
menurut r. subekti perjanjian pemborongan adalah perjanjian dimana pihak yang satu, si pemborong mengikatkan diriuntuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang memborongkan denganmenerima suatu harga yang ditentukan. 44 dalam kuh perdata , perjanjian pemborongan disebut dengan istilah pemborongan pekerjaan, sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 1601 (b) kuh perdata bahwa : “perjanjian peborongan adalah perjanjian dengan mana pihak satu (sipemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang ditentukan menurut mariam darus badrulzaman, dilihat dari sistem hukum maka kontrak bangunan merupakan salah satu komponen dari hukum bangunan (construction law, bouwrecht). istilah construction law biasa dipakai dalam kepustakaan anglo saxon, sedangkan bouwrecht lazim dipergunakan dalam kepustakaan hukum belanda. dengan demikian, yang dinamakan hukum bangunan adalah seluruh perangkat peraturan perundang-undangan yang bertalian dengan bangunan meliputi pendirian, perawatan, pembongkaran, penyerahan, baik bersifat perdata maupun publik/administratif.
Dalam kontrak konstruksi, sebagaimana kontrak pada umumnya akan menimbulkan hubungan hukum maupun akibat hukum antara para pihak yang membuat perjanjian. hubungan hukum merupakan hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa yang menimbulkan akibat hukum dalam bidang konstruksi.
b)                      Pengaturan Hukum Tentang Kontrak Konstruksi        
Penyelengaraan pengadaan bidang konstruksi di Indonesia telah diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Dari segi substansinya, kecuali mengenai segi-segi hukum kontrak, undang-undang ini cukup lengkap mangatur pengadaan jasa konstruksi.47
Undang-undang ini dibuat pada masa reformasi. Latar belakang lahirnya undang-undang ini karena berbagai peraturan perunang-undangan yang berlaku belum berorientasi pada pengembangan jasa konstruksi yang sesuai dengan karakteristiknya. Hal ini mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal maupun bagi kepentingan masyarakat. UUJK ditetapkan pada tanggal 7 Mei 1999 . ketentuan terdiri atas 12 bab dan 47 pasal.48
Pengaturan lebih lanjut dari undang-undang ini tertuang dalam tiga peraturan pemerintah yaitu : Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Masyarakat Jasa Konstruksi (PP No. 28/2000) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2000 (PP No. 4/2010), Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (PP No. 29/2000) sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2010 (Perpres No. 59/2010), dan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi (PP No. 30/2000).
Dalam kaitannya dengan pengadaan jasa konstruksi, tata cara dan prosedur pengadaan barang dan jasa untuk kepentingan instansi Pemeritah, telah diatur dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah disempurnakan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 54 Tahun 2010. Kemudian Perpres No. 54 Tahun 2010 diubah melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, terkait dengan izin usaha konstruksi dalam hal ini terdapat Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 23 Tahun 2002 dan Peraturan Daerah Kabupaten Asahan Nomor 35 Tahun 2008 tentang Retribusi Izin Usaha Jasa Konstruksi.Para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kontrak konstruksi, adalah sebagai berikut :
Pihak pengguna jasa sering juga disebut sebagai pemeberi tugas, yang memborongkan, pemimpin proyek, dan lain-lain. Pengguna jasa adalah pereseorangan atau badan pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.50 Pengguna jasa mempunyai hubungan dengan para perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
c)                  Peserta Dalam Kontrak Konstruksi
1.        Pihak Pengguna Jasa, badan usaha, baik badan hukum maupun tidak berbadan hukum; dan badan yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum, yaitu pemerintah dan atau lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga negara dengan menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2.        Pihak Penyedia Jasa Pihak penyedia jasa sering juga disebut sebagai kontraktor, pemborong, rekanan, dan lain-lain. Dengan berlakunya UUJK, maka telah dirumuskan pengertian jasa konstruksi. Pengertian jasa konstruksi senagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Angka 1 UU Jasa Konstruksi tersebut , menunjukkan bahwa hubungan hukum yang diatur dan diakui oleh Negara ada tiga yaitu perencanaan, pelaksanaan pekerjaan, dan pengawasan.
Dalam hal kontrak pengadaan jasa konstruksi, khususnya yang dilakukan oleh Pemerintah telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Adapun pihak-pihak atau peserta yang terlibat dalam Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah berdasarkan Pasal 7 dan 19 Perpres No. 54 Tahun 2013 adalah sebagai berikut :
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada institusi lain Pengguna APBN/APBD. Sedangkan Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya PA/KPA disebut KPAadalah Pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapka oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang ditetapkan PA/KPA untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Sedangkan Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan pengadaan barang/jasa.
Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.
Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa Lainnya.  Dalam setiap perjanjian atau kontrak yang melibatkan dua pihak pastilah menimbulkan hak dan kewajiban atau tugas dan kewenangan bagi para pihak. Hak bagi satu pihak merupakan kewajiban (prestasi) yang harus dilaksanakan oleh PPK , ULP/ Pejabat Pengadaan, Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa .
d)                 Proses Terjadinya Kontrak Konstruksi
Dalam proses terjadinya suatu kontrak konstruksi terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan oleh para pihak. Seperti kontrak pada umumnya, tentu saja diawali dengan adanya 2 (dua) pihak atau lebih yang sepakat untuk mengadakan suatu perjanjian pengadaan pekerjaan konstruksi. Proses terjadinya kontrak konstruksi dimulai dengan proses pemilihan pihak kontraktor atau penyedia jasa oleh pihak pengguna jasa. Adapun tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam proses terjadinya kontrak kontruksi berdasarkan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah adalah sebagai berikut.
Pada umumnya pengguna jasa akan terlebih dahulu membuat pengumuman atau pemberitahuan dengan membuka penawaran melalui suatu
1.      Pemberitahuan atau Pengumuman
Pelelangan untuk mencari penyedia jasa yang sanggup untuk melaksanakan pekerjaan. Pengumuman dilakukan diumumkan paling kurang diwebsite K/L/D/I, dan papan pengumuman resmi untukmasyarakat serta Portal Pengadaan Nasional melalui LPSE,sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat danmemenuhi kualifikasi dapat mengikutinya (Pasal 36 ayat (3) Perpres No. 54 Tahun 2010). Pelelangan biasanya dibagi 2 (dua) yakni pelelangan umum dan pelelangan terbatas. Pada prinsipnya kedua jenis pelelangan tersebut sama, perbedaannya hanya terletak pada jumlahnya saja.
Dalam hal ini juga dijelaskan mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan tempat lokasi proyek atau pekerjaan, dimana tempat pendaftaran dan batas waktu pendaftaran, dimana dan kapan saat pelelangan akan diadakan.
Selanjutnya pejabat pemilihan penyedia jasa akan melakukan evaluasi terhadap dokumen penawaran yang masuk. Pada fase penawaran, pejabat pemilihan wajib melakukan penilaian terhadap semua penawaran yang masuk. Unsur yang dinilai meliputi segi administrasi, teknis dan harga, menagcu pada keriteria, metode dan tatacara yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan penyedia jasa.
2.        Persyaratan Kualifikasi dan Klasifikasi
a)    Kualifikasi Kualifikasi merupakan proses penilaian kompetensi dankemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentulainnya dari Penyedia Barang/Jasa (Pasal 56 ayat (1) Perpres 54 Tahun 2010). Dalam tahap kualifikasi ditentukan juga beberapa persyaratan bagi penyedia jasa yakni : 54
Kualifikasi dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu prakualifikasi atau pascakualifikasi, berikut penjelasannya :
Sebelum menentukan pihak pemenang yang dipilih untuk mengerjakan pekerjaan konstruksi tersbut, terlebih dahulu dilakukan prakualifikasi terhadap calon-calon penyedia jasa yang ada. Prakualifikasi merupakan proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum pemasukan penawaran. Berdasarkan Perpre No. 54 Tahun 2010, prakualifikasi dilaksanakan untuk pengadaan sebagai berikut:
1)        Penyedia jasa harus memiliki surat izin usaha pada bidang usahanya (IUJK);
2)        Mempunyai kapasitas menandatangani kontrak pengadaan;
3)        Tidak masuk daftar hitam dan tidak dalam pengawasan pengadilan;
4)        Tidak bangkrut/pailit;
5)        Kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksinya tidak sedang menjalani sanksi pidana.
b)        Klasifikasi
Klasifikasi adalah bagian dari kegiatan registrasi untuk menetapkan penggolongan perusahaan pemborong di bidang jasa pemborongan/konstruksi sesuai bidang dan sub bidang pekerjaan atau penggolongan profesi keterampilan dan keahlian kerja orang perseorangan di bidang jasa pemborongan tersebut. Klasifikasi usaha jasa pemborongan/konstruksi terdiri dari:
Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perorangan dan badan usaha dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat akreditasi 56
1)        Klasifikasi usaha bersifat umum, diberlakukan kepada badan usaha yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan satu atau lebih bidang pekerjaan. Bidang usaha jasa pemborongan yang bersifat umum ini harus memenuhi kriteria mampu mengerjakan bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain, mulai dari penyiapan lahan sampai penyerahan akhir atau berfungsinya bangunan konstruksi.
2)        Klasifikasi usaha bersifat spesialis, diberlakukan kepada usaha orang perseorangan dan atau badan usaha yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan satu sub bidang atau satu bagian subbidang pekerjaan. Badan usaha jasa pemborongan/konstruksi yang bersifat spesialis ini harus memenuhi criteria mampu mengerjakan bagian tertentu dari bangunan konstruksi atau bentuk fisik lain.
3)        Klasifikasi usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja tertentu, diberlakukan kepada usaha orang perseorangan yang mempunyai kemampuan hanya melaksanakan suatu keterampilan tertentu. Badan usaha jasa pemborongan ini mampu mengerjakan subbagian pekerjaan pemborongan dan bagian tertentu bangunan konstruksi dengan menggunakan teknologi sederhana.
dari lembaga. Tujuan diadakannya standarisasi klasifikasi dan kualifikasi jasa pemborongan/konstruksi yaitu untuk mewujudkan standar produktivitas dan mutu hasil kerja sehingga mendorong berkembangnya tanggung jawab profesional di antara para pihak. Dalam melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan, pejabat pengadaan harus terlebih dahulu menetapkan metode pemilihan penyedia barang/jasa, metode penyampaian dokumen, metode evaluasi penawaran, metode penilaian kualifikasi dan jenis kontrak yang paling sesuai dengan pengadaan barang/jasa yang bersangkutan. Untuk pengadaan pekerjaan pemborongan sendiri dapat digunakan metode pelelangan umum, pelelangan terbatas, pemilihan langsung, penunjukan langsung, atau pengadaan langsung.
3.        Pelelangan dan Pelulusan.
a.         Pelelangan Umum adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.
b.        Pelelangan Terbatas adalah metode pemilihan penyedia barang/jasa yang diumumkan secara luas melalui media massa dan papan pengumuman resmi dengan mencantumkan penyedia barang/jasa yang telah diyakini mampu, guna memberi kesempatan kepada penyedia barang/jasa lainnya yang memenuhi kualifikasi.
c.         Pemilihan Langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas yang dilakukan dengan membandingkan sebanyak-banyaknya penawaran, sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dari penyedia barang/jasa yang telah lulus prakualifikasi dan langsung dilakukan negosiasi baik teknis maupun harga.
d.        Penunjukan Langsung adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.
e.         Pengadaan Langsung adalah pemilihan penyedia barang/jasa dengan penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia barang/jasa dengan cara melakukan negosiasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Ukuran untuk menentukan pelulusan adalah penawaran yang paling menguntungkan bagi Negara dan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai calon pemenang, dengan memperlihatkan keadaan umum dan keadaan pasar, baik untuk jangka pendek atau jangka menengah. Dalam praktek pelaksanaan pelelangan, penentuan pelulusan pelelangan didasarkan atas penawaran yang terendah yang dapat dipertanggungjawabkan (the lowest responsible bid).59
4.        Sanggahan dan Penunjukan Pemenang
diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis, selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang (Pasal 82 ayat (1) Perpres No. 54 Tahun 2010). Dalam Pasal 81 ayat (1) ditentukan bahwa Peserta pemilihan yang merasa dirugikan dapat mengajukan surat sanggahan kepada instansi pemerintah pengguna jasa konstruksi, apabila menemukan :
Kemudian Pengguna Jasa akan mengeluarkan surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ) sebagai pelaksana pekerjaan yang dilelangkan, dengan ketentuan :
a.         Penyimpangan terhadap ketentuan dan prosedur yang telah diatur dalam Peraturan Presiden ini dan yang telah ditetapkan dalam dokumen Pengadaan Jasa;
b.        Adanya rekayasa tertentu yang mengakibatkan terjadinya persaingan yang tidak sehat;
c.         Adanya penyalahgunaan wewenang oleh ULP dan/ atau Pejabat yang berwenang lainnya.

Sumber



0 komentar:

Posting Komentar